Seorang teman bilang bahwa kita harus bersukur apabila masih diberi pilihan. Artinya kita bisa mencoba menentukan arah hidup, walau tau pada akhirnya bukan kita juga yang nentuin, tapi minimal dengan ada pilihan kita jadi lebih bersemangat.
Yak bener, pilihan bisa jadi penyemangat dalam hidup. Entah apa pun itu bentuknya. Karena ego sebagai manusia yang suka pengen sok tau seperti diberi wadah ketika ada pilihan. Kita akan dengan sok memilih. Mencari yang paling sesuai dengan hati dah pikiran kita. Tapi di perjalanan, atau pun pada proses memilih, ada ’kekuatan lain’ yang ikut berperan yang tanpa kita sadari mempengaruhi segalanya. Itu tak lain datang dari Sang Maha Menentukan. Dah tau kan kalo manusia tuh jangan pernah sok tau untuk ikut nentuin, karena toh kita gak pernah tau apa yang sesungguhnya terbaik untuk kita.
Cuma ya itu tadi, kalau ada pilihan, kita seperti diberi wadah. Kita seperti diberi modal untuk mencoba menentukan apa yang ingin kita lakukan. Tapi sayangnya, gak setiap orang dan gak setiap hal yang kita lakukan diberi pilihan. Banyak hal yang terjadi pada kita bukan karena kita mau melakukan, tapi memang karena tidak ada pilihan lain selain melakukan hal itu. Sukur-sukur kalau apa yang terpaksa dilakukan itu pada akhirnya memberikan kesenangan, atao minimal dapat dimanfaatkan hasilnya. Akan tambah nyesek kalau pada satu titik itu benar-benar hanya keterpaksaan yang tiada berarti. Tapi husnudzon aja yah ama Yang Maha Mengatur, gak mungkin lah Dia ngasi sesuatu kalau memang itu bukan untuk kebaikan kita. Cuma mungkin caranya mandang aja yang kurang tepat, bisa jadi sekarang tampak tidak mengenakkan bagi yang menjalani. Tapi yakin deh kalo itu pasti akan disukuri suatu hari nanti.
Untuk bertahan dan tidak menyerah begitu saja pada keadaan adalah bukan hal yang mudah. Tidak semua orang dapat melakukannya. Butuh kebesaran hati dan jiwa untuk terus bergerak dinamis mengikuti roda kehidupan yang terus berputar, kita sadari atau tidak.
Aku, seperti yang sudah-sudah, memutuskan untuk tidak menyerah. Tidak akan berhenti. Sampai kapan pun. Mungkin sampai aku mendapatkan makna dari sebuah perjuangan akan kehidupan yang layak. Apa pun makna dari kehidupan layak itu. Aku ingin, kalau pada waktunya aku berhenti, bukan dari aku yang memutuskan untuk itu. Tapi karena memang roda hidup sudah tidak dapat lagi memasukkan aku dalam putarannya.